MABRI

Majelis Bruder Indonesia

MABRI

Adanya MABRI (Majelis Bruder Indonesia) sudah umum diketahui dalam kalangan para Bruder/Frater. Akan tetapi mengenai tujuannya, gerak-geriknya, dan personalia mungkin sedikit saja yang dimengerti. Mengingat bahwa yang tidak diketahui, juga tidak dihargai, maka dengan surat ini MABRI bermaksud memperkenalkan diri kepada semua Bruder/Frater di Indonesia.

MABRI secara resmi didirikan pada tanggla 13 Desember 1967 di Salatiga (Jawa Tengah) – meskipun sejak tahun 1961 telah diadakan pertemuan-pertemuan, yang bersifat informatif – oleh para Pembesar dari 7 Kongregasi Bruder/Frater, yaitu:

  1. Kongregasi Bruder-bruder Santo Aloysius (C.S.A) yang berkedudukan di Surabaja.
  2. Kongregasi Bruder- bruder Santa Perawan Maria yang Terkandung Tak Bernoda (F.S.C) yang berkedudukan di Semarang.
  3. Kongregasi Bruder- bruder Santa Maria Perawan yang Tak Bernoda dan Bunda Allah yang berkedudukan di Pontianak (Pati).
  4. Kongregasi Frater- frater Santa Perawan Maria Bunda Belaskasihan jang berkedudukan di Manado dan Medan.
  5. Kongregasi Bruder- bruder Santa Maria di Lourdes yang berkedudukan di Jakarta.
  6. Kongregasi Bruder- bruder Bunda Hati Kudus yang berkedudukan di Surabaya.
  7. Kongregasi Bruder- bruder Karitas yang berkedudukan di Purworedjo.

Sebagaimana setiap organisasi yang wajar MABRI pun mempunyai Anggaran Dasar walaupun sangat sumir (singkat), yang pokok dari anggaran dasar itu, ialah:

Tanpa mempersoalkan struktur perhimpunan, pertemuan langsung dimanfaatkan untuk mengadakan tukar pikiran tentang soal-soal yang sedang hangat pada waktu itu, misalnya resiko bagi para misionaris yang sedang cuti di Belanda, mereka mungkin tidak diberi izin kembali ke Indonesia, karena soal Irian Jawa; perlunya usaha mendapatkan pengakuan Pemerintah bagi seminari menengah, sehingga para siswa dapat menerima ijazah SMP dan SMA; persiapan berdirinya Hirarki, dan sebagainya.

Pada akhir pertemuan diadakan pemilihan ketua yang bertindak atas nama para peserta untuk jangka waktu satu tahun. Yang  dipilih sebagai ketua ialah Pater A.Schnijder, OFM.

Tahun berikutnya diadakan rapat lagi. Kali ini pertemuan diselenggarakan di Lawang pada tanggal 11 – 12 April 1961. Adampun yang dibicarakan ialah konsekuensi-konsekuensi pendirian Hirarki; penerbitan Kitab Suci dalam bahasa Indonesia, para superior religius dalam konferensi para Uskup, keanggotaan biarawan dalam badan perwakilan politik. Pada akhirnya rapat Pater G.Kester, SJ dipilih menjadi ketua untuk satu tahun.

Bahan-bahan yang dibicarakan dalam rapat tahun 1961 masih dibahas lagi dalam pertemuan tahun berikutnya di Girisonta pada tanggal 3 – 4 April 1962. Masih ada bahan lain yang dibicarakan, yaitu, sikap Kongregasi Propaganda Fide tentang subsidi untuk novisiat dan teologi bagi para calon anggota Ordo/kongregasi Indonesia, kemungkinan mendirikan suatu fakultas teologi di Yogyakarta. Dalam rapat ini untuk kedua kalinya Pater A.Schnijder, OFM dipilih menjadi ketua untuk jangka waktu satu tahun, dan tahun berikutnya ia dipilih untuk ketiga kalinya.

Rapat keempat diadakan di Girisonta pada tanggal 23 April 1963. Bahan pembicaraan berkisar tentang persoalan-persoalan berikut penerbitan buku-buku rohani, terjemahan Kitab Suci; kerjasama dalam pendidikan Imam; kerjasama antar seritkat religius dan Keuskupan; kebebasan siswa seminari menengah untuk memilih ordo/kongregasi.

Empat rapat pertama ini dimaksud untuk para pemimpin Ordo/kongregasi klerikal yang bekerja di Jawa. Jumlah yang hadir berkisar antara 7 dan 9 orang. Semenjak rapat kedua di antara para peserta terdapat juga superior putera Indonesia, yaitu Pater M. Sarko Dipoyudo, O.Carm.

Meningkatkan kerja-sama yang effisien dalam mengabdi kepentingan Gereja dan dengan demikian mempermudah tercapainya tujuan Kongregasi Kongregasi masing-masing.

MABRI berusaha mencapai tujuannya dengan:

  1. Mengadakan musyawarah.
  2. Melaksanakan keputusan-keputusan yang disetujui bersama.
  3. Membina kerjasama yang baik dengan MAWI, MASI, IBSI serta lembaga-lembaga lainnya.

Anggota MABRI ialah semua pemimpin kongregasi BRUDER/FRATER di Indonesia, baik yang mandiri maupun yang membawahi propinsi maupun regio.

  1. Jumlah anggota pengurus MABRI sekurang-kurangnnya 3 ( tiga ) orang terdiri dari ketua, sekretaris dan bendahara.
  2. Pengurus dipilih melalui pemberian suara secara rahasia, untuk masa jabatan 3 ( tiga ) tahun.
  3. Pemilihan tersebut dinyatakan sah, apabila didukung oleh dua per tiga atau setengah tambah satu dari jumlah suara yang hadir dalam rapat pemilihan.
  4. Yang mempunyai hak suara ialah anggota MABRI atau yang diberi mandat.
  5. Jika perlu pengurus terpilih memilih seorang sekretaris dan bendahara eksekutif.
  6. Bila salah seorang anggota pengurus mengakhiri masa jabatannya sebagai pemimpin kongregasi, keanggotaannya digantikan oleh pemimpin kongregasi yang baru.
  7. Ketua dan atau sekretaris mewakili MABRI untuk urusan ke luar.
  8. Serah terima pengurus disertai arsip dokumen yang lengkap.
  1. Rapat Pleno anggota diselenggarakan sekurang-kurangnya sekali dalam setahun, atau setiap waktu apabila dianggap perlu oleh pengurus.
  2. Pengurus berapat sekurang-kurangnya 2 (dua ) kali setuahun.
  3. Risalah–risalah rapat Pengurus dikirim kepada semua anggota MABRI.
  4. Agenda rapat disampaikan kepada para anggota tepat pada waktunya.
  5. Keputusan–keputusan rapat yang mengikat maupun yang bersifat anjuran adalah sah apabila diputuskan dengan suara terbanyak yaitu dua per tiga jumlah peserta yang hadir.
  6. Pengurus dan para anggota akan hadir dalam rapat pleno. Yang berhalangan menunjukan seorang pengganti dengan mandat tertulis. Pengganti memiliki suara penuh.
  7. KWI, MASI, IBSI atau paa pakar dapat diundang menghadiri rapat MABRI.