SFIC merupakan singkatan dari “Sororum Francisalium Ab Immaculata Conceptione A Beata Matre Dei”. Dalam bahasa Indonesia, SFIC diterjemahkan secara resmi sebagai ‘Kongregasi Suster Fransiskus dari Perkandungan Tak Bernoda Bunda Suci Allah’.
Para Suster SFIC menghayati semangat karya yang dirumuskan dalam sebuah moto: “Dengan Demi Cinta Allah” sebagaimana yang diwariskan oleh Ibu Pendiri Kongregasi SFIC (Sr. Teresia van Miert). Moto ini menjadi pijakan di hati setiap suster SFIC sebagai jawaban atas panggilan Tuhan untuk hidup bakti di dalam Gereja. Melalui pengabdian bagi kebutuhan zaman, para suster menjalankan berbagai karya pelayanan yang telah dimulai sejak awal berdirinya kongregasi. Semangat yang menjiwai Kongregasi SFIC berakar pada empat nilai utama yakni kesederhanaan, kepatuhan, cinta kasih, dan matiraga.
Makna Logo SFIC

- Kalung logo/lencana tertera gambar ‘Bunda Maria Yang Terkandung Tak Bernoda’ sekaligus menjadi pelindung Kongregasi SFIC
- Pada empat sudut dipasang tanda sebagai berikut:
- Roh Kudus di kanan atas;
- Tritunggal di kiri atas dengan kata ‘Yahwe’ dalam bahasa Ibrani;
- Perisai Malaikat Agung Mikhael di kanan bawah dengan tulisan Latin Quis ut Deus – Siapa seperti Allah;
- Lambang Ordo Fransiskan di kiri bawah berupa dua tangan bersilang, satu tangan Kristus, yang lain tangan St. Fransiskus dan di tengahnya salib San Damiano.
Visi-Misi SFIC
- Visi: Keutuhan semua mahkluk ciptaan dalam keadilan, cinta kasih dan damai.
- Misi: Menemukan jalan untuk meringankan penderitaan yang ditanggung oleh orang-orang di sekitarnya (Konstitusi SFIC Dasar Spiritual Bab I baris 4-6) dengan menyembuhkan yang terluka, meyatukan yang remuk, dan memanggil kembali yang tersesat (Konstitusi SFIC Dasar Spiritual Bab I baris 25 – 28).
Sejarah Berdirinya SFIC
Pada pertengahan abad ke-19, Veghel, sebuah desa kecil di Belanda, dikenal sebagai daerah yang dihuni oleh banyak penduduk miskin. Kehidupan di sana penuh tantangan, dengan banyaknya pengangguran, gelandangan, dan minimnya akses pendidikan bagi anak-anak Katolik. Situasi ini menjadi perhatian besar ketika Pastor Bernardinus Joannes van Miert ditunjuk sebagai pastor paroki di Veghel pada tahun 1840.

Salah satu langkah awal yang diambil Pastor Van Miert adalah memberikan perhatian khusus kepada pendidikan anak-anak puteri. Untuk mewujudkan hal ini, ia mempercayakan tugas tersebut kepada Suster-Suster Kasih dari Den Bosch. Namun, Pastor Van Miert menyadari bahwa masalah di Veghel tidak hanya terbatas pada pendidikan. Ia melihat pengangguran sebagai akar dari berbagai tindak kejahatan yang meresahkan masyarakat.
Dengan visi yang jelas, Pastor Van Miert bertekad untuk memperluas karya amal di parokinya. Ia ingin mengubah kehidupan para gelandangan dan pengemis di Veghel. Menurutnya, para gelandangan harus dibimbing agar memiliki tempat tinggal yang layak, sementara para pengemis perlu diajari keterampilan yang dapat menghasilkan sesuatu. Gagasannya mendapat dukungan dari anggota paroki yang memiliki kemampuan finansial. Pada tahun 1842, gedung yang dibutuhkan untuk karya tersebut akhirnya dibangun.
Pastor Bernardinus Joannes van Miert masih menghadapi berbagai tantangan karena para suster di parokinya sebagian besar sudah terlibat dalam bidang pendidikan. Selain itu, mereka mendapat tugas dari biara pusat untuk merawat sepuluh anak asuh. Para suster ini tinggal di rumah cabang yang sepenuhnya bergantung pada biara pusat dengan jumlah personel yang tidak tetap.
Pastor Van Miert mengajukan permohonan agar para Suster Kasih dari Den Bosch tersebut boleh menetap dan berada di bawah pengaturannya sebagai pastor kepala paroki Veghel. Akan tetapi permintaan tersebut ditolak oleh biara pusat di Den Bosch. Kemudian para suster dipanggil kembali ke Den Bosch sehingga rumah biara cabang Veghel ditutup.
Untuk melanjutkan karya yang sudah ada dimulai, Pastor Van Miert memilih tujuh wanita guna meneruskan karya tersebut. Kemudian, ia memilih keponakannya sendiri yang bernama Yacoba Petronella Anna van Miert untuk memimpin karya tersebut.
Di Pastoran Veghel, panggilan untuk hidup religius mulai bersemi dalam hati Jacoba Petronella Anna van Miert yang saat itu berusia 21 tahun. Pastor Bernardinus van Miert tetap memiliki keinginan kuat untuk menghadirkan suster-suster di paroki Veghel. Harapan ini mulai terwujud melalui keponakannya, Jacoba, bersama dua gadis lain yang juga ingin menjadi suster yaitu Maria van Hoof dan Maria de Roy.
Pada tanggal 8 Juni 1843, Pastor Bernardinus secara langsung mengantar ketiga calon tersebut ke biara di Rozendaal untuk memulai masa novisiat di bawah bimbingan Suster Mere Joseph. Dalam perjalanan menuju Rozendaal, mereka terus-menerus berdoa, memohon kekuatan kepada Tuhan dengan kalimat, “Teguhkanlah ya Tuhan, apa yang telah Kau mulai dalam diri kami.” (Biara di Rozendaal merupakan tempat para Suster Penitenten Rekolektin, yaitu suster-suster dari Ordo Ketiga Reguler St. Fransiskus dari Assisi).
Pada tanggal 23 Juni 1843 mereka menerima busana kebiaraan dari tangan Mgr. Hooydonk berdasarkan upacara kebiaraan Ordo Ketiga. Ketiga puteri itu menerima nama biara sebagai berikut:
- Jacoba Petronella Anna van Miert mendapat nama biara Suster Maria Teresia dari St. Joseph
- Maria van Hoof menerima nama biara suster Maria Bernardina dari Nama Suci Yesus
- Maria de Roy menerima nama biara yaitu Suster Maria Fransiska dari Keluarga Suci.
Pada tanggal 23 Juni 1844, mereka kembali dari Rozendaal dan tiba di Paroki Veghel keesokan harinya, 24 Juni 1844. Tanggal ini kemudian dikenang setiap tahun dalam Kongregasi dengan perayaan khusus sebagai hari berdirinya Kongregasi SFIC (Sisters of Franciscan of the Immaculate Conception). Pastor Bernardinus van Miert menyambut mereka dengan penuh sukacita, berharap para suster muda ini dapat membantunya mewujudkan rencana pelayanan di paroki.
Pada tanggal 25 Juni 1844, Suster Mere Joseph secara resmi mengangkat Sr. Teresia van Miert sebagai pemimpin umum. Meskipun status biara di Veghel masih menjadi cabang dari Rozendaal, pada tanggal 26 Juni 1844, Suster Mere Joseph kembali ke Rozendaal. Tidak lama setelah kepergiannya, biara di Veghel memisahkan diri dari biara pusat dan menjadi biara mandiri di bawah kepemimpinan Sr. Teresia van Miert.

Kongregasi SFIC secara kanonik diresmikan pada tanggal 19 September 1844 oleh Yang Mulia Mgr. Zwijsen. Selanjutnya, pada tanggal 24 April 1870, Kongregasi ini secara resmi diakui sebagai lembaga religius di Roma dengan nama “Sororum Franciscalium ab Immaculata Conceptione a Beata Matre Dei” Anggaran Dasar dan Konstitusi Kongregasi disahkan oleh Paus Pius IX. Pada tanggal 8 Desember 1929, Konstitusi SFIC ditinjau lagi untuk kemudian kembali disahkan oleh Paus Pius XI
Karya MIsi SFIC
Setelah didirikan, Kongregasi SFIC berkembang dengan pesat dan stabil. Jumlah anggota terus bertambah, begitu pula karya pelayanan dan rumah-rumah cabang yang tersebar di berbagai tempat. Perkembangan ini tidak hanya terjadi di beberapa keuskupan di Nederland, tetapi juga meluas ke berbagai negara di dunia. Berikut adalah sekilas perjalanan dan jejak Kongregasi SFIC di berbagai negara, termasuk Indonesia.
- 1906: Para suster misionaris SFIC generasi pertama berhasil menapakkan kakinya di Bumi Borneo, tepatnya di Singkawang.
- 1929: Para suster SFIC generasi pertama berhasil mendarat di Filipina.
- 1962: Mereka merintis karya misi di Tanzania, Afrika Timur. Namun karya SFIC di Tanzania hanya bertahan hingga tahun 1975. Sekarang karya misi ini sudah ditutup.
- 1985: Merintis karya misi di Bangkok, Thailand.
- 1989: Mengawali karya misi di Tokyo, Jepang.
- 1994: Merintis misi bersama di Kenya, Afrika dengan membuka sebuah unit komunitas internasional.
- 2008-2020: Merintis karya di Kanada. Namun karya misi ini sudah ditutup pada tahun 2020.
- Tahun 2010: Mengawali karya di kawasan Filipina Selatan.
SFIC di Indonesia
Awal perjalanan misi Kongregasi SFIC di Bumi Borneo, tepatnya di Singkawang, Kalimantan Barat, dimulai atas undangan Pater Prefek, Mgr. Pacificus Bos OFMCap, mewakili Saudara Dina Kapusin dan umat Katolik muda di wilayah tersebut. Menanggapi undangan tersebut, pada tanggal 28 November 1906, lima orang suster SFIC tiba di Singkawang sebagai perintis karya misi di Kalimantan Barat. Kelima suster perintis SFIC generasi pertama di Borneo adalah:
- Sr. Rogeria Vissers SFIC.
- Sr. Silvestra van Grinsven SFIC.
- Sr. Alexia Helings SFIC.
- Sr. Emerentiana van Tiel SFIC.
- Sr. Fidelia Grassens SFIC.

Para suster SFIC perintis di Borneo dihadapkan pada medan pelayanan yang benar-benar asing. Mereka harus berjuang di tengah lingkungan yang belum berkembang, minim fasilitas sosial, serta berbagai tantangan nyata dalam kehidupan sehari-hari. Perbedaan iklim yang ekstrem, keterbatasan dalam memahami bahasa lokal, dan ancaman wabah penyakit mematikan seperti kolera dan malaria menjadi ujian berat bagi mereka. Selain tantangan eksternal, mereka juga menghadapi krisis pribadi, seperti perasaan terasing di negeri orang, kesepian, dan sulitnya berkomunikasi dengan penduduk setempat.
Namun, dorongan kuat untuk memulai karya kasih demi bertumbuhnya Kerajaan Allah memberikan mereka kekuatan dan keteguhan. Dengan semangat yang tak gentar, kelima suster SFIC ini menjadi misionaris generasi pertama yang membuka jalan bagi karya misi di Borneo.
SFIC di Empat Keuskupan di Indonesia
Karya awal para suster misionaris SFIC generasi pertama di Singkawang, Kalimantan Barat, berfokus pada pelayanan kasih di tengah masyarakat. Mereka mendukung para pastor misionaris Kapusin dalam mewartakan Kabar Gembira melalui pendidikan dan pelayanan kesehatan. Upaya nyata ini diwujudkan dengan mengajar anak-anak lokal, merawat orang sakit dan penderita kusta, serta memberikan perlindungan bagi anak yatim-piatu dan mereka yang terlantar.
Seiring dengan perkembangan zaman di Indonesia, karya pelayanan Kongregasi SFIC terus meluas. Hingga saat ini, jejak karya mereka hadir di empat wilayah keuskupan.
- 10 komunitas Suster SFIC di Keuskupan Agung Pontianak.
- 4 komunitas suster SFIC di Keuskupan Sanggau.
- 1 komunitas Suster SFIC di Keuskupan Agung Jakarta.
- 3 komunitas Suster SFIC di Keuskupan Agung Makassar.
Berikut beberapa alamat penting Kongregasi SFIC:
- Generalat SFIC: # 80 Champaca Street, Marikina Heights Marikina City, Philippines
- Provinsialat SFIC: Jl. Tamar no.8 Pontianak-Kalimantan Barat, Indonesia.
Media Sosial